Iman Kita Beda
“Kita Memang di Ciptakan Tuhan Yang Sama, Tapi Iman Kita Beda”
***
Aku termenung
dalam kamar di temani sunyinya malam. Aku mengingat semua kenangan yang kita
lewati baik itu canda tawa, suka dan suka. Aku begitu bahagia hari itu, seakan
dunia pada waktu itu milik kita berdua. Tapi, pada kenyataannya aku dan kamu
tidak bisa bersatu. Ada tembok besar yang menghalangi jalan kita berdua, aku
bahkan tidak bisa memanjat tembok itu. Tembok itu terlalu tinggi ku panjat.
Aku dan kamu
memang di ciptakan Tuhan yang sama, tapi iman kita yang berbeda. Aku tidak bisa
mengambil kamu dari Tuhanmu begitupun sebaliknya. Jika aku memaksa kamu untuk
mengikutiku, aku orang yang egois tidak memikirkan perasaan keluargamu.
Jalan yang
terbaik adalah kita harus berpisah, memang begitu berat untuk kita berdua.
Mungkin itu yang terbaik untuk hubungan kita yang beda iman. Aku tidak ingin
hubungan ini berlanjut, pada akhirnya kita akan memilih ikut iman yang mana.
Lebih baik dari sekarang kita harus saling melupakan satu sama lain walau itu
sangat menyakitkan.
Tuhan tidak
menakdirkan kita bersama. Aku akan pergi dari kehidupanmu untuk melupakan segala
kenangan kita. Aku akan pergi jauh dan memulai kehidupan baruku. Biar kenangan
ini menjadi tanda kita pernah bersama dan berpisah karena berbeda.
Cinta memang
tidak memandang kepada siapa orangnya, tapi cinta juga tidak akan rela jika
orang yang dia cintai meninggalkan Tuhannya hanya karena sebuah cinta. Aku
tidak seperti itu, yang merengut orang yang aku cintai dari keluarganya. Aku
tidak ingin menyakiti siapa pun, aku ingin cinta yang tulus tanpa melihat latar
belakang yang berberda.
Aku memang mencintaimu,
bahakan separuh hidupku ada padamu. Tapi aku tidak bisa memiliki kamu
sepenuhnya jalan kita berbeda. Mana mungkin kamu melawan orangtuamu untuk
mengikutiku, aku tidak ingin orangtuamu terluka karena kehadiranku di dalammu.
aku yang terluka dan sakit, dari pada
orangtuamu yang kecewa dengan pilihanmu. Takdir cinta kita berakhir seperti
ini. Sejak dari awal aku sudah memikirkan kemana arah hubungan kita, apalagi
dengan status kita berbeda.
***
Saat pertama
kali aku melihat wajahmu dengan balutan hijab merah, aku terpesona dan kagum
dengan dirimu. Aku yang awalnya mati rasa terhadap cinta, saat melihat dirimu
semuanya menjadi berbeda dan berwarna. Aku tidak peduli dengan iman yang kita
anut, tapi hatiku nyaman bila ada di sampingmu. Hingga aku jatuh
kepelukanmu.
Duniaku
sangat berwarna dengan kehadiranmu, aura karismatikmu terpancar dengan
perilakumu. Hingga aku berpikir sejenak tidak pantas untukmu. Tapi hatiku
berkata lain, bahwa kamu orang yang baik selalu menerima siapa saja yang
membutuhkan bantuan.
Hingga hari
itu aku memberanikan diriku untuk berkenalan dan berbincang kepada dirimu.
Awalnya aku ragu dengan diriku, tapi dengan keberanian dalam diriku yang
mendorongku untuk sapa walau itu hanya senyum engkau lontarkan padaku. Aku
tidak mengerti, setiap kali aku berjumpa dan bertemu kamu di kampung membuat
aku senang.
Aku binggung
dengan perasaanku sendiri. Perasaan ini tumbuh begitu cepat dalam ragaku,
hingga aku tak bisa menghentikannya. Setiap kali aku untuk melupakanmu, tapi
bayanganmu muncul dalam pikiranku. Aku tahu kita memang beda, tapi cinta ini
tidak memandang siapa diri kamu. Aku tahu hubungan memang sulit kujalani
bersamamu, tapi hatiku tidak mempedulikan itu. Hatiku berbisik untuk memiliki
kamu, tapi perasaanku berkata lain kita berbeda.
***
Aku bukan
menyalahkan Tuhan, tapi takdir tidak memihak pada kita. Cinta tak bersalah,
hanya kita yang berbeda. Aku dan kamu mungkin tidak di peruntukkan untuk hidup
bersama, melainkan untuk mengenal sesaat setelah itu berpisah. Iman kita yang
berbeda, itu membuat cinta kita tak direstui oleh alam dan orangtua kita. Ujian
cinta kita begitu berat, hingga aku tak bisa menahannya lagi, jalan yang
terbaik adalah berpisah dan melupakan segalanya.
Aku rela
berpisah denganmu, asalkan kamu tidak melawan orangtuamu untuk mengikutiku. Aku
tidak ingin hubunganmu dan orangtuamu akan rusak karena kehadiranku. Aku tak
mau keluargamu hancur hanya karena kamu memilihku. Aku rela kebahagianku
direnggut, asalkan kebahagian orangtuamu jangan kamu hancurkan.
Tiga tahun
memang bukan waktu singkat bagi cerita cinta kita. Aku tahu hubungan kita
memang tak pantas dilanjutkan, karena orangtua kita merestui hubungan ini. Aku
dan kamu saling mencintai, apakah aku pantas memaksamu untuk hidup bersama,
dilain sisi orangtuamu tidak beri ruang untuk diriku. Jika memang kita
berjodoh, Tuhan akan mempertemukan kita kembali. Aku tidak berharap pada
keajiaban yang terjadi pada hubungan kita, yang aku harapakan kamu bahagia
dengan pilihan orangtuamu. Aku akan bahagia jika kamu mengikuti kehendak
orangtuamu. Mana mungkin seorang anak melawan kehendak orangtua, bila itu
pilihan yang terbaik menurut mereka. Aku tidak mepersalahkan orangtuamu,
keadaan kita yang berbeda. Mungkin kita memang tidak di takdirkan untuk
bersama, melainkan untuk saling mendoakan kebahagiaan kita masing-masing.
Hari ini
tepat tiga tahun hubungan kita. Hari dimana semua kisah dan harapakan kita
tulis dalam benak dan pikiran kita. Hari dimana kita pertemukan untuk menjadi
seorang kekasih. Di hari bahagia ini juga
dimana hubungan kita berakhir dengan sebuah perpisahan. Aku bahkan tidak
berpikir kisah kita berakhir seperti ini. Semua harapan yang kita mimpikan
bersama seketika hancur setelah mendengar perjohonanmu. Aku bahkan sebelumnya
tidak membayangkan kalau kamu di jodohkan oleh orangtuamu, aku tahu kamu juga
tidak mengetahui apa rencana orangtuamu.
Pupus sudah
aku untuk meminangmu, ternyata kamu telah di jodohkan orangtuamu. Cinta yang
selama ini kita bangun bersama kini telah sirna.
“Aku di jodohkan orangtuaku,
bagaimana dengan hubungan kita selanjutnya” ujarnya padaku dengan raut wajah
sedihnya.
“Tidak mungkin kamu membantah
orangtuamu dalam perjodohanmu, aku ikhas kamu dengan lelaki lain asalkan kamu
bahagia” jawabku dengan suara serak.
“Tapi aku tidak mau di jodohkan,
bahkan aku sendiri tidak mengenal lelaki yang ingan menjadi belahan jiwaku”
pungkasnya.
“Emang kamu menerima perjodohan
oleh orangtuamu, atau kamu menolaknya” tanyaku
“Saranku kamu menerima saja
perjodohan itu, mungkin itu yang terbaik kita berdua, apa lagi iman kita yang
berbeda. Bukannya aku tidak memjuangkan cintaku padamu, mana mungkin seorang
anak menolak permintaan orangtuanya” lanjutku.
“Mungkin kita tidak diciptakan
untuk hidup bersama melainkan untuk saling melupakan satu sama lain” ucapku
lagi.
“Mana mungkin aku menikah dengan
lelaki yang tidak kucintai, aku ingin pergi bersamamu” pintanya sambil memohon
pada untuk membawa dia pergi sejauh mungkin.
Aku
hanya diam atas permintaannya itu. Aku hanya menangis dan membisu. Aku bahkan
tidak ingin hal ini terjadi pada nasib cintaku.
“Jangan, kamu tidak boleh
membuat orangtuamu kecewa pada dirimu” ujarku pada dirinya.
“Itu bukan solusi, itu akan
menimbulkan masalah antara keluargamu dan keluargaku nantinya, lebih baik
hubungan kita berakhir dengan baik-baik saja” lanjutku.
Kami
beberapa kali beragumen untuk mencari solusi dari masalah kami, namun kami tidak
menemukan jalan keluarnya. Jalan satu-satunya adalah hubungan kami berakhir,
untuk memperbaiki keadaan antara kedua belah pihak keluarga. Aku tidak ingin
keluargaku ada masalah hanya karena dengan hubungan aku dan dia. Lebih baik aku
akhiri hubungan ini tanpa ada orang aku sakiti dan terluka.
Memang berat
kujalani ini semua, tapi apa boleh buat iman kami yang berbeda dan kedua
orangtua kami tidak merestui hubungan ini. Dulu kita pernah bermimpi, kelak
kita akan hidup bahagia. Namun, semua mimpi itu jadi sirna ketika di halangi
dengan iman yang beda.
Penulis Paskal D'Ladur
Malang Senin, 29 Mei 2023
0 Response to "Iman Kita Beda"
Post a Comment